RELASIPUBLIK.OR.ID, PONTIANAK KALBAR || Pengamat kebijakan publik, Dr. Herman Hofi Munawar, menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap upaya pemberantasan mafia tanah di Kalimantan Barat. Ia menilai bahwa tindakan yang diambil oleh aparat penegak hukum lebih sering membasmi “cacing” atau pelaku-pelaku kecil, sementara “naga” yang merupakan aktor utama di balik jaringan mafia tanah masih bebas berkeliaran dan tidak tersentuh.
Dalam keterangan persnya pada Rabu, 9 Oktober 2014, Dr. Hofi menyoroti bahwa meskipun pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan dan pernyataan tegas dari Kapolri dan Jaksa Agung, kenyataannya di lapangan menunjukkan minimnya tindakan konkret yang dapat mengatasi akar permasalahan mafia tanah. “Kami melihat banyak pelaku kecil yang ditindak, tetapi yang seharusnya menjadi target utama, yaitu mafia tanah besar, justru tidak tersentuh,” ungkapnya.
Janji Pemberantasan yang Belum Terbukti
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung telah mengeluarkan janji untuk memberantas mafia tanah dengan membentuk tim khusus dan mengeluarkan kebijakan-kebijakan baru. Namun, Dr. Hofi mempertanyakan komitmen dan keseriusan aparat dalam menindaklanjuti janji-janji tersebut. “Sementara masyarakat berharap adanya tindakan nyata, yang terlihat di lapangan adalah justru penangkapan pelaku-pelaku kecil tanpa menyentuh aktor-aktor besar yang mengendalikan jaringan ini,” kata Dr. Hofi.
Menurutnya, langkah-langkah yang diambil sejauh ini lebih bersifat kasuistik dan tidak sistematis. Banyak laporan dari masyarakat tentang mafia tanah yang tidak mendapatkan respons serius dari pihak berwenang. “Banyak yang mengeluh, tetapi proses hukum sering terhenti. Ini menciptakan kesan bahwa penegakan hukum hanya dilakukan untuk menunjukkan bahwa ada tindakan, tanpa benar-benar menuntaskan masalah,” jelasnya.
Keterlibatan Oknum dalam Mafia Tanah
Dr. Hofi juga menjelaskan bahwa mafia tanah adalah kejahatan yang melibatkan banyak pihak, mulai dari oknum pengusaha hingga pejabat pemerintah. Jaringan mafia ini beroperasi secara terstruktur, dengan sistem yang sangat profesional, sehingga sulit untuk diberantas tanpa adanya keseriusan dari aparat penegak hukum. “Mafia tanah tidak hanya sekadar beroperasi di lapangan. Mereka juga memanipulasi dokumen dan melibatkan oknum-oknum di dalam birokrasi,” tegasnya.
Lebih jauh, ia menyoroti bahwa mafia tanah berpotensi merugikan banyak masyarakat, terutama mereka yang memiliki lahan dan tanah yang sah. “Masyarakat yang menjadi korban sering kali tidak tahu harus ke mana mengadu. Mereka merasa tidak ada keadilan,” imbuh Dr. Hofi.
Kebutuhan Akan Tindakan Nyata
Dr. Hofi menekankan pentingnya tindakan nyata dan komitmen yang kuat dari pemerintah dan aparat penegak hukum untuk memberantas mafia tanah. Ia menegaskan bahwa masalah ini bukanlah hal yang sulit untuk ditangani jika ada kemauan politik yang kuat. “Pemberantasan mafia tanah dapat dilakukan dengan menelusuri dokumen dan mengidentifikasi pihak-pihak yang terlibat dalam jaringan ini. Namun, tanpa tindakan nyata, harapan masyarakat untuk mendapatkan keadilan akan tetap menjadi angan-angan,” pungkasnya.
Sementara itu, masyarakat Kalimantan Barat masih menunggu langkah konkret dari pemerintah dan aparat penegak hukum untuk menuntaskan masalah mafia tanah. Keberanian dan ketegasan dalam menghadapi jaringan mafia tanah diharapkan dapat memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum dan keadilan agraria di Indonesia.
( Red )
Sumber : Herman Hofi Pengamat Kebijakan Publik
Eksplorasi konten lain dari Relasi Publik
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
Komentar