BRM Kusumo Putro: Sadranan, Tradisi Masyarakat Jawa yang Wajib Diketahui Semua Orang

Sadranan sebagai Warisan Budaya yang Sarat Makna

RELASIPUBLIK.OR.ID, SURAKARTA – Ketua Forum Budaya Mataram (FBM), BRM Dr. Kusumo Putro SH., MH., menegaskan pentingnya tradisi Sadranan dalam kehidupan masyarakat Jawa. Menurutnya, Sadranan bukan sekadar ritual tahunan, tetapi merupakan warisan budaya yang menghubungkan manusia dengan leluhur, alam, dan Tuhan.

Sadranan, yang biasa dilaksanakan pada bulan Ruwah (Sya’ban), adalah tradisi berziarah ke makam leluhur, mengirim doa, serta berbagi sedekah makanan kepada masyarakat. Kegiatan ini mencerminkan nilai kebersamaan dan penghormatan terhadap para pendahulu yang telah berjasa dalam kehidupan.

Makna Filosofis Sadranan

Menurut BRM Kusumo Putro, Sadranan bukan hanya sebuah ritual keagamaan, tetapi juga memiliki makna spiritual dan filosofis yang mendalam. Tradisi ini dipercaya dapat menjadi penolak bala, karena hubungan batin yang terus terjalin dengan para leluhur diyakini bisa membawa berkah dan perlindungan dalam kehidupan.

BACA JUGA :  KPUD Grobogan Di Laporkan Ke DKPP, Diduga Membuka Segel Kotak Suara

“Dengan menjalin kedekatan antara yang hidup dan yang telah tiada melalui doa kepada Tuhan Yang Maha Esa, manusia semakin menyadari pentingnya hubungan kerohanian,” ujar Kusumo Putro.

Ia menambahkan bahwa melalui Sadranan, manusia belajar harmonisasi hubungan, baik dengan sesama manusia, alam, maupun Sang Pencipta.

Tradisi Sadranan di Keraton Surakarta

Sadranan sudah dikenal sejak ratusan tahun silam dan tetap dilestarikan hingga kini. Di Keraton Kasunanan Surakarta, setiap bulan Ruwah digelar hajad dalem Sadranan sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur.

Beberapa makam yang menjadi tempat pelaksanaan Sadranan oleh Keraton Surakarta berdasarkan serat-serat kuno antara lain:

  • Kartasura, Kudus, Kadilangu, Demak, Girilaya, Girilayu, Makamhaji, Masjid Gedhe, Imogiri, dan banyak tempat lainnya.
BACA JUGA :  Tragedi Kekerasan Jurnalis di Subang: Tindakan Brutal yang Jadi Sejarah Kelam

Selain di lingkungan keraton, masyarakat umum juga melaksanakan Sadranan di kampung-kampung dengan menggelar tahlil akbar, doa bersama, serta membagikan sedekah makanan seperti nasi wuduk, jajan pasar, kolak pisang, dan kue apem.

Makna Simbolis dalam Sadranan

BRM Kusumo Putro menjelaskan bahwa dalam tradisi Sadranan, sesaji memiliki makna simbolis:

  • Bunga liman melambangkan lima tahap kehidupan manusia dari lahir hingga wafat.
  • Kopi dan makanan kesukaan leluhur sebagai bentuk rasa cinta dan penghormatan dari anak cucu.
  • Kolak pisang melambangkan kehidupan yang manis dan penuh berkah.
  • Apem merupakan simbol berkah dari Tuhan Yang Maha Esa.
  • Sentir lampu minyak tanah melambangkan penerang jalan di akhirat.
BACA JUGA :  LBH Masyarakat Tanjung Manggis Desak Kejati Tindak Tegas Kasus Mafia Tanah oleh PT RJP

BRM Kusumo Putro berharap tradisi Sadranan tetap dijaga dan diwariskan kepada generasi mendatang sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur serta penguatan identitas budaya masyarakat Jawa. [CH86]

 


Eksplorasi konten lain dari Relasi Publik

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Komentar