RELASIPUBLIK.OR.ID, SUBANG || Subang kini menghadapi tragedi serius setelah terjadinya serangkaian insiden pengeroyokan yang menimpa jurnalis dalam waktu berdekatan. Kejadian ini menimbulkan kekhawatiran mendalam tentang keselamatan wartawan dan menegaskan pentingnya tindakan tegas dari pihak berwenang untuk mengatasi premanisme yang merajalela di wilayah tersebut.
Insiden pertama berlangsung pada tanggal 26 Oktober 2024, ketika tim jurnalis dari Forum Wartawan Jaya (FWJ) Indonesia korwil Tanggerang melintas di wilayah Subang. Saat itu, mereka berhenti sejenak untuk mencari warung kopi. Namun, situasi menegangkan muncul ketika mereka melihat sebuah mobil colt pick up yang diduga mengangkut gas ilegal. Setelah menegur sopir, tiba-tiba sopir tersebut mencoba menabrak mereka. “Kami tidak menyangka akan menghadapi situasi yang sangat berbahaya seperti itu,” ungkap salah satu anggota tim.
Setelah menginformasikan pihak kepolisian tentang kejadian tersebut, harapan mereka untuk mendapatkan perlindungan justru berakhir dengan serangan brutal. Sejumlah lebih dari 20 orang, berpakaian serba hitam, tiba-tiba mendatangi dan menyerang mereka. “Kami diserang secara membabi buta. Mereka seperti sudah terlatih untuk melakukan ini,” ujar seorang korban yang mengalami luka serius.
Tragedi tidak berhenti di situ. Hanya beberapa hari kemudian, pada tanggal 31 Oktober 2024, para pengurus FWJ Indonesia yang datang untuk mengonfirmasi insiden sebelumnya kembali menjadi korban. Dalam pertemuan di sebuah kantin, mereka diserang oleh sekelompok lebih dari 30 orang yang diduga preman. “Kami baru duduk dan berbincang ketika mereka menyerang kami. Ini sangat mengejutkan dan mengerikan,” kata Rosid, salah satu pengurus yang terlibat dalam kejadian tersebut.
Menyusul serangkaian insiden ini, FWJ Indonesia mengorganisir aksi solidaritas di Polda Jawa Barat pada tanggal 31 Oktober 2024. Sekitar 73 orang dari berbagai daerah hadir untuk mendukung para korban dan menuntut tindakan tegas terhadap pelaku. Ketua FWJ Indonesia DPD Provinsi Jawa Barat, Toni Maulana, menegaskan, “Kami tidak akan membiarkan kekerasan ini terus berlanjut. Para pelaku harus segera ditangkap dan diadili.”
Toni juga memberikan penghargaan kepada Polda Jabar yang telah merespons dengan cepat terhadap laporan kepolisian terkait insiden ini. “Kami berharap pihak berwenang mengambil langkah yang lebih konkret untuk menangani masalah ini,” tambahnya.
Dari sisi organisasi, Mustofa Hadi Karya selaku Ketua DPP FWJ Indonesia mengumumkan rencana untuk melaporkan insiden ini kepada Mabes Polri dan Mabes TNI. “Kekerasan terhadap jurnalis adalah ancaman serius bagi kebebasan pers. Kami akan memperjuangkan hak-hak jurnalis dan memastikan keselamatan mereka,” tegas Mustofa.
Tragedi kekerasan ini bukan hanya menjadi catatan kelam bagi jurnalis, tetapi juga mencerminkan kondisi yang lebih besar terkait mafia dan premanisme yang mengancam masyarakat. FWJ Indonesia berkomitmen untuk terus memperjuangkan keadilan dan melindungi hak-hak jurnalis. Tindakan kekerasan ini mencoreng nilai-nilai demokrasi dan kebebasan informasi di Indonesia. Dengan mengangkat isu ini, FWJ Indonesia berharap pihak berwenang akan mengambil langkah nyata untuk mengatasi situasi yang semakin memburuk di Subang dan memastikan lingkungan kerja yang aman bagi semua jurnalis. (*)
Eksplorasi konten lain dari Relasi Publik
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
Komentar