RELASIPUBLIK.OR.ID, SEKADAU, KALIMANTAN BARAT – Kasus kekerasan terhadap wartawan kembali mencuat. Kali ini, dua jurnalis dari media online lokal Detik Kalbar dan Kalbar Satu Suara menjadi korban intimidasi saat menjalankan tugas peliputan investigatif terkait aktivitas tambang emas ilegal di wilayah Sungai Ayak, Kecamatan Belitang Hilir, Kabupaten Sekadau, Jumat (27/06/2025).
Peristiwa ini menghebohkan publik, setelah kedua wartawan berinisial (R) dan (S) mengaku disandera, dianiaya, bahkan dipaksa menandatangani surat pernyataan di Polsek Sungai Ayak, dalam kondisi tekanan dari sekelompok orang yang diduga terlibat dalam praktik penambangan ilegal.
Wartawan Disandera, Dipukul dan Dipaksa Tanda Tangan di Polsek
Awalnya, kedua jurnalis melakukan dokumentasi di pom bensin lanting dan mendatangi salah satu penjual emas yang diduga menjual hasil tambang ilegal. Namun, saat hendak meninggalkan lokasi, mereka dihentikan oleh sekelompok orang tak dikenal yang langsung melakukan kekerasan fisik.
“Kami dipukuli dan dibawa paksa. Setelah itu, kami dipaksa masuk ke kantor polisi dan diminta tanda tangan surat pernyataan yang kami tolak, tapi tetap dipaksa,” ungkap (R), salah satu jurnalis korban.
Surat pernyataan tersebut berisi empat poin kontroversial yang dianggap bertentangan dengan semangat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, antara lain:
- Larangan pemberitaan negatif tentang Kecamatan Belitang Hilir.
- Larangan bagi wartawan memasuki wilayah Belitang Hilir.
- Tuduhan sepihak terhadap wartawan melakukan pungli atau pemerasan.
- Kesediaan media untuk bertanggung jawab jika ada pemberitaan negatif di masa mendatang.
Dugaan Pelanggaran UU Pers oleh Aparat Penegak Hukum
Tindakan pemaksaan dan intervensi terhadap kebebasan jurnalistik ini mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak. Salah satunya dari Ketua DPD Gabungan Wartawan Indonesia (GWI) Kalimantan Selatan, yang menyatakan bahwa langkah Polsek Sungai Ayak sangat mencederai UU Pers No. 40 Tahun 1999, khususnya Pasal 18 ayat 1, yang mengatur sanksi pidana bagi siapa pun yang menghalangi kerja pers.
“Ini adalah bentuk intimidasi sistematis. Kepolisian seharusnya melindungi jurnalis, bukan malah ikut menekan dan memaksa tanda tangan surat pernyataan yang tidak sah secara hukum,” tegasnya.
Forum Pers Independent Indonesia (FPII) Minta Kapolda Kalbar Bertindak
Forum Pers Independent Indonesia (FPII) Kalimantan Barat juga menyuarakan kecaman keras terhadap peristiwa ini. Sekretaris Jenderal FPII, Mukhlis, menyebut bahwa kejadian tersebut merupakan preseden buruk bagi kemerdekaan pers di daerah.
“Kami meminta Kapolda Kalbar mengusut keterlibatan oknum Polsek dan preman dalam persekusi ini. Jika terbukti melanggar hukum, mereka harus ditindak secara tegas dan transparan,” ujar Mukhlis.
Permintaan Audit Tambang Emas dan Evaluasi Polsek Sungai Ayak
Eksplorasi konten lain dari Relasi Publik
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
Komentar