Putusan MK Tentang Pencemaran Nama Baik Uji Kasus Laporan Wartawan di Demak

Mahkamah Konstitusi tegas, pencemaran nama baik tak berlaku pada institusi dan jabatan

RELASIPUBLIK.OR.ID, DEMAK, 04 Juni 2025 – Kasus pelaporan seorang wartawan sekaligus aktivis sosial, Eko, oleh Kasat Intel Polres Demak atas dugaan pencemaran nama baik menjadi ujian nyata bagi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terbaru. Laporan ini dinilai kontradiktif dengan semangat kebebasan berpendapat yang ditegaskan MK dalam putusan Nomor 105/PUU-XXI/2024.

Laporan Berawal dari Status WhatsApp

Kasus ini mencuat setelah Eko mengunggah status WhatsApp yang berisi kritik terhadap jabatan Kasat Intel Polres Demak. Menurut Eko, status tersebut hanya dapat dibaca oleh orang-orang yang ada dalam daftar kontaknya. “Anehnya, Kasat Intel yang melaporkan saya justru tidak ada dalam kontak WhatsApp saya,” ujar Eko saat dikonfirmasi, Senin (03/06).

Sebagai wartawan dan aktivis sosial, Eko menegaskan bahwa kritiknya adalah bentuk kontrol sosial, bukan serangan pribadi. “Kritik ini untuk memperbaiki kinerja pejabat publik, bukan untuk menghina pribadi siapapun,” jelasnya.

BACA JUGA :  Skandal Dana 10,9T: Rakyat Demak Kecewa, Harapan Tangani Rob Pupus

Putusan MK: Kritik Jabatan Publik Tidak Termasuk Pencemaran Nama Baik

Kasus ini menarik perhatian karena bersinggungan langsung dengan putusan MK Nomor 105/PUU-XXI/2024. Dalam putusan tersebut, MK menyatakan bahwa pencemaran nama baik dalam UU ITE tidak dapat diterapkan terhadap lembaga pemerintahan, institusi, profesi, korporasi, jabatan publik, atau kelompok identitas tertentu.

“Putusan MK ini sangat jelas: kritik terhadap jabatan publik tidak bisa dijerat pasal pencemaran nama baik. Ini adalah bagian dari kebebasan berpendapat yang dijamin konstitusi,” ungkap Eko.

Kontradiksi dengan Komitmen Polri Bangun Kepercayaan Publik

Langkah Kasat Intel yang melaporkan Eko dinilai bertentangan dengan upaya Polri dalam membangun kepercayaan publik. Pernyataan Kapolri yang viral di berbagai media sosial menyebutkan bahwa masyarakat yang berani mengkritik Polri adalah sahabat Kapolri.

BACA JUGA :  Jelang Hari Raya Idul Fitri 1444 H, Kapolda Kalbar Cek Pos-Pos Pengamanan di Kota Pontianak

“Kalau begini caranya, kritik akan selalu dianggap kejahatan. Ini justru kontraproduktif terhadap citra Polri yang sedang berbenah,” kata R, salah satu warga Demak yang ditemui Selasa (03/06).

Masyarakat: Kebebasan Kritik Harus Dijaga

Banyak warga Demak menilai bahwa laporan ini mencederai semangat reformasi dan demokrasi. “Kritik adalah bagian dari kontrol sosial. Jangan sampai pejabat publik mudah tersinggung dan melaporkan kritik yang sah,” tegas R.

Belum Ada Pernyataan Resmi Polres Demak

Hingga berita ini diterbitkan, Polres Demak maupun Kasat Intel yang bersangkutan belum memberikan keterangan resmi. Masyarakat berharap agar aparat penegak hukum lebih mengedepankan transparansi dan menjunjung putusan MK sebagai rambu hukum yang jelas.

Ujian Nyata Kebebasan Berpendapat

Kasus ini menjadi ujian nyata penerapan putusan MK di lapangan. Apakah aparat kepolisian benar-benar menjunjung tinggi kebebasan berpendapat atau justru masih memelihara praktik lama yang mengekang kritik?

BACA JUGA :  Bupati Saipul dan Pani Gold Project Sambut Kedatangan Jama'ah Umrah

Putusan MK sudah tegas: kritik terhadap jabatan publik bukan pencemaran nama baik. Masyarakat pun berharap agar Polri benar-benar menjadi sahabat rakyat, bukan lawan bagi kebebasan berpendapat. (Sutarso)


Eksplorasi konten lain dari Relasi Publik

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Komentar