RELASIPUBLIK.OR.ID, BATAM – Skandal mengejutkan mencuat dari balik gemerlap lampu dan dentuman musik di Klub Morena, sebuah tempat hiburan malam populer di Kota Batam. Serikat Buruh 1992 mengungkapkan dugaan praktik eksploitasi seksual terhadap pekerja perempuan yang dilakukan oleh agensi rekrutmen ilegal berinisial DS bekerja sama dengan manajemen klub tersebut.
Dalam konferensi pers, Ketua Serikat Buruh 1992, Paestha Debora, SH, menyampaikan bahwa pihaknya menerima banyak laporan dari korban yang bekerja di Klub Morena. Para pekerja, yang sebagian besar perempuan muda, dipaksa mengenakan pakaian sangat minim seperti bikini dan pakaian dalam selama bekerja. Lebih parah lagi, mereka ditekan untuk melayani pelanggan melalui sistem “CD3”, sebuah istilah internal yang merujuk pada praktik prostitusi terselubung atau open BO.
“Kami tidak diberi pilihan. Saat kami menolak, kami diancam tidak boleh keluar dari klub. Mereka bilang kami sudah ‘masuk Morena’ dan harus ikut semua aturan,” ungkap salah satu korban yang identitasnya dirahasiakan.
Perbudakan Modern Berkedok Pekerjaan
Serikat Buruh menyebut tindakan ini sebagai bentuk perbudakan modern yang dilakukan secara sistematis dan terorganisir. Debora menegaskan bahwa praktik ini telah melanggar berbagai undang-undang nasional, termasuk:
- UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
- UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh
- Prinsip-prinsip HAM dalam Konstitusi Indonesia
“Ini bukan hanya pelanggaran norma kerja, ini adalah eksploitasi seksual yang difasilitasi oleh agensi ilegal dan dibiarkan oleh pengawasan yang lemah. Ini kejahatan serius,” tegas Debora.
Diamnya Aparat, Meningkatnya Kemarahan Publik
Kemarahan publik semakin memuncak setelah diketahui bahwa agensi DS telah lama beroperasi tanpa legalitas yang jelas, namun tetap leluasa merekrut pekerja ke dalam lingkungan kerja yang melanggar hukum dan etika. Serikat Buruh 1992 menyayangkan sikap diam dari instansi pemerintah terkait seperti Kementerian Ketenagakerjaan, Disnaker Kota Batam, Dinas Pariwisata, Polresta Barelang, hingga Komnas HAM.
“Pertanyaannya, ke mana saja pemerintah selama ini? Kenapa aparat penegak hukum tidak bertindak? Ini bukti nyata kegagalan pengawasan dan pembiaran,” ujar Debora.
Tuntutan Publik: Tutup Morena, Bubarkan DS, Adili Pelaku
Desakan demi desakan terus mengalir dari masyarakat sipil dan aktivis perempuan. Mereka menuntut agar:
- Agensi DS segera dibubarkan dan diusut tuntas,
- Izin operasional Klub Morena dicabut bila terbukti terlibat,
- Korban mendapatkan perlindungan hukum dan rehabilitasi, serta
- Pihak-pihak terkait, baik manajemen maupun agensi, dijerat hukum pidana.
Serikat Buruh 1992 juga telah membuka posko pengaduan korban dan berkomitmen untuk mengawal setiap laporan hingga ke tingkat nasional.
“Negara harus hadir, bukan hanya jadi penonton. Ini bukan sekadar pelanggaran ketenagakerjaan. Ini perdagangan manusia yang harus dihentikan,” pungkas Debora.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak Klub Morena maupun agensi DS. Namun tekanan publik terhadap pemerintah untuk bertindak kini semakin tak terbendung. (*)
Eksplorasi konten lain dari Relasi Publik
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
Komentar